Mohon mengisi form komentar...guna perkembangan Blog ini

Sabtu, 26 Juni 2010

Masjid Angke,Jakarta,Indonesia

Masjid Angke terletak di Jakarta Barat dan mudah dicapai oleh minibus dari Museum Fatahillah Kota atau dari stasiun beoskota. Ia adalah satu-satunya masjid di Jakarta yang masih bertahan. Bangunan masjid ini ada dua lantai, yang bercirikan khas arsitektur Jawa.
Pada tahun 1856 Pangeran Syarif Hamid, seorang Sultan dariPontianak dibuang ke Batavia (sekarang Jakarta) oleh Belanda. Ketika ia meninggal ia dikuburkan di depan masjid pada tanggal 17 Juli 1858. Makamnya terbuat dari batu pualam dan terdapat tulisan yang menyebutkan usia sultan yakni meninggal dunia dalam usia 64 tahun 35 hari. 
 Namun nisan yang konon tertua adalah nisan Ny Chen, seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim, dan kini disimpan di samping masjid. Orang dari Pontianak sering mengunjungi makam beliau dan banyak dari mereka telah memutuskan untuk tinggal di Angke.
Mesjid Angke yang sekarang terkenal dengan nama Masjid Al-Anwar sangat erat kaitannya dengan orang-orang Cina yang ada di Batavia (sekarang Jakarta).

Luas bangunan Masjid Angke berukuran 15x15 meter. Bangunan ini dikelilingi oleh pagar tembok yang diatur rapih dan diberi pelipit. Halaman depan masjid permukaan tanahnya ditinggikan lebih kurang 40 cm agar terhindar dari genangan air saat terjadi hujan. Di sebelah utara kompleks masjid terdapat gapura yang berbentuk belah. Sedangkan, pintu masuk kompleks masjid yang ada di bagian selatan berbentuk gapura tertutup. Bentuk gapura ini hampir sama dengan bentuk gapura bangunan kuno yang ada di Banten dan Cirebon.
Masjid Angke memiliki tiga buah pintu yang terbuat dari kayu jati dengan ukuran 3,22x125 sentimeter. Sedangkan, sampaiambang-nya berukuran 3,90x2,80 sentimeter. Pintu yang terletak di bagian depan dihiasi dengan relung dan sulur-sulur. Sedangkan, dua pintu lainnya yang berada di kiri-kanan masjid. Untuk masuk ke dalam bangunan harus melalui tiga anak tangga.
Pada bagian badan bangunan masjid terdapat beberapa buah jalusi (lubang angin), yaitu: 4 buah ada di bagian depan, 3 buah ada di bagian kiri, dan 3 buah ada di bagian kanan masjid, dengan ukuran 1,30x1,90 meter. Sedangkan, di bagian belakang terdapat 3 jalusi yang berukuran 1,30x3,62 meter. Hiasan pada setiap jalusi berupa kayu yang dibubut dengan bentuk bulat dan berwarna coklat tua. Di bagian dalam masjid terdapat tiang induk, mimbar, dan pengimanan. Tiang induk berjumlah empat buah, bentuknya empat persegi panjang, tingginya 9 meter dan terbuat dari beton berhiaskan garis-garis simetris. Mimbarnya yang berbentuk ceruk dan dibangun melekat pada tembok mempunyai tangga dan pelipit dinding pintu. Sedangkan, pengimanan terdapat di sebelah kanan mimbar yang ada di sudut atau ujung bangunan.
Atap bangunan masjid berbentuk cungkup bersusun dua (tumpang), dengan ujungcungkup (nok) berbentuk kuncup melati. Bentuk jurai/sopi-sopi di masing-masing atapnya membengkok di bagian ujung bawah. Dan, di keempat ujung jurainya, bercuping seperti bunga terompet. Bentuk list-plang kayunya bermotif ombak dengan bonggol kuncup melati terbalik di setiap sudutnya.
Bangunan tambahan yang terdapat dalam kompleks masjid ini ada di sebelah kanan bangunan induk, dipergunakan sebagai tempat wudlu. Di bangunan tambahan ini terdapat bedug kuno yang kulitnya sudah diganti. Bangunan tambahan ini dibangun pada tahun 1979.
Di depan halaman masjid ini terdapat beberapa makam. Makam-makam tersebut adalah: (1) makam Sultan Hamid Algadri dari Pontianak (putera Sultan Pontianak), yang dibuang ke Batavia pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Makamnya (nisan) dibuat dari batu pualam dan ada tulisan yang menyebutkan Sultan tersebut meninggal dalam usia 64 tahun 35 hari pada tahun 1274 H atau1854 M; dan (2) lima makam lainnya, tiga makam dalam cungkup, sedang yang dua di luar cungkup. Sedangkan, di halaman belakang masjid terdapat beberapa makam lagi, yaitu: (1) makam Syeikh Ja’far, yang konon masih keturunan dari Sultan Banten; (2) makam Syarifah Mariyam; dan (3) 30 makam lain yang nisannya terbuat dari batu kali. Nisan-nisan makam tersebut berhiaskan ukiran kuncup padma, segitiga tumpal dan sulur-sulur.

Museum Seni Rupa dan Keramik,Jakarta,Indonesia

Museum Seni Rupa dan Keramik terletak di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum yang tepatnya berada di seberang Museum Sejarah Jakarta itu memajang keramik lokal dari berbagai daerah di Tanah Air, dari era Kerajaan Majapahit abad ke-14, dan dari berbagai negara di dunia.
Gedung yang dibangun pada 12 Januari 1870 itu awalnya digunakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Saat pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1944, tempat itu dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI.

Pada 10 Januari 1972, gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan itu dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi. Tahun 1973-1976, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Walikota Jakarta Barat dan baru setelah itu diresmikan oleh Presiden (saat itu) Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Pada 1990 bangunan itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.

Kamis, 17 Juni 2010

Museum Prasasti,Jakarta,Indonesia



Museum Taman Prasasti adalah sebuah museum cagar budaya peninggalan masa kolonial Belanda yang berada di Jalan Tanah Abang No. 1, Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi prasasti nisan kuno serta miniatur makam khas dari 27 propinsi di Indonesia, beserta koleksi kereta jenazah antik. Museum seluas 1,2 ha ini merupakan museum terbuka yang menampilkan karya seni dari masa lampau tentang kecanggihan para pematung, pemahat, kaligrafer dan sastrawan yang menyatu.
Museum Prasasti menempati lahan bekas pemakaman orang Belanda yang dulunya bernama Kebon Jahe Kober. Luas lahan seluruhnya 5,5 hektar. Dibangun pada 1795, sebagai pengganti pemakaman yang sudah penuh di samping Gereja Nieuwe Hollandse Kerk. Makam ini dikhususkan bagi orang-orang Belanda terutama pejabat dan tokoh-tokoh penting. Setelah Indonesia merdeka pemakaman ini masih digunakan untuk umum, terutama bagi yang beragama Nasrani.
Pada 1975 pemakaman Kebon Jahe Kober ditutup, selanjutnya dilakukan pemugaran dan penataan kembali prasasti-prasasti nisan terpilih. Kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Prasasti. Prasasti tiada lain merupakan wujud dari ungkapan perasaan seseorang saat ditinggal oleh kerabatnya menghadap Sang Pencipta yang dapat dilihat pada motif dan ornamen pada pahatan prasasti.

KOLEKSI

Koleksi Museum Prasasti berjumlah 1409 buah, meliputi nisan para tokoh pendidikan, seniman, ilmuwan, rohaniawan, dan pejuang. Nama-nama tokoh Belanda yang terpahat di nisan adalah Mayjen J.H.R. Kohler, Dr. W.F. Stutterheim, Dr. H.F.Roll, dan Pieter Erberveld. Nama lain yang juga ada Olivia Maramne Raffles, Miss Riboet, dan Soe Hok Gie.

Secara keseluruhan Museum Prasasti mengoleksi nisan tokoh-tokoh yang dimakamkan di sini maupun yang dipindahkan dari tempat lain yang berasal dari abad ke-17–19. Museum Prasati juga menampilkan miniatur makam dari 26 propinsi di Nusantara. Peti bekas jenasah Bung Karno, Bung Hatta, dan duplikat kereta jenasah Sang Proklamator juga ada di sini.
Pada tanggal 9 Juli 1977 pemakaman Kebon Jahe Kober dijadikan museum dan dibuka untuk umum dengan koleksi prasasti, nisan, dan makam sebanyak 1.372 yang terbuat dari batu alam, marmer, dan perunggu.
Karena perkembangan kota, luas museum ini kini menyusut tinggal 1,3 ha saja.

Museum Satria Mandala,Jakarta,Indonesia



Museum TNI Satria Mandala diresmikan pada 5 Oktober 1972 oleh Presiden Soeharto. Gedung museum ini sebelumnya dikenal sebagai Wisma Yaso, tempat kediaman Ratna Sari Dewi Soekarno dan tempat Bung Karno disemayamkan sebelum dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.
Museum TNI Satria Mandala merupakan salah satu sarana dalam pembinaan dan pelestarian jiwa serta semangat kejuangan di lingkungan TNI bersama rakyat. Selain itu merupakan sarana yang efektif untuk mewariskan nilai-nilai juang 45 dan nilai-nilai luhur TNI 45 secara utuh dan berlanjut. Kepribadian dan jatidiri TNI sebagai pejuang prajurit maupun prajurit pejuang dapat dicermati melalui benda sejarah yang terdapat di Ruang Panji-panji, Ruang Jenderal Sudirman, Ruang Jenderal Oerip Sumohardjo, Ruang Tanda Jasa, Ruang Potret TNI, Ruang Senjata, Balairung Pahlawan, dan Ruang Pakaian Seragam.
Selain itu museum ini juga menyimpan berbagai berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan TNI seperti aneka senjata berat maupun ringan,atribut ketentaraan, panji-panji dan lambang-lambang di lingkungan TNI. Selain itu di museum ini dipamerkan juga tandu yang dipergunakan untuk mengusung Panglima Besar Jenderal Soedirman saat beliau bergerilya dalam keadaan sakit melawan pendudukan kembali Belanda pada era 1940-an.
Masih dalam kompleks Museum TNI Satriamandala ini terdapat juga Museum Waspada Purbawisesa yang menampilkan diorama ketika TNI bersama-sama dengan rakyat menumpas gerombolan separatis DI/TII di Jawa BaratJawa TengahAcehKalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan pada ear tahun 1960-an. Fasilitas lainnya yang ada di Museum TNI Satriamandala ini antara lain adalah Taman Bacaan Anak, Kios Cinderamata, Kantin serta Gedung Serbaguna yang berkapasitas 600 kursi.