Mohon mengisi form komentar...guna perkembangan Blog ini

Minggu, 25 Juli 2010

Planetarium,Jakarta,Indonesia

Planetarium Jakarta dibangun oleh Pemerintah Indonesia mulai tahun 1964 atas gagasan Presiden Soekarno. Pada waktu itu Presiden sangat mengharapkan rakyat Jakarta pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya sedikit demi sedikit akan meningkat pengetahuannya mengenai benda-benda langit, gerhana, tata surya, galaksi dan sebagainya.
Dalam tahun 1968 gedung planetarium dan pemasangan peralatan didalamnya berhasil diselesaikan dan pada tanggal 10 Nopember 1968 tahun itu pula gedung Planetarium diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin bersamaan dengan diresmikannya PKJ-Taman Ismail Marzuki. Kemudian pada tanggal 1 Maret tahun berikutnya Planetarium resmi dibuka untuk umum dan sejak itu masyarakat ibukota merasa memiliki satu-satunya sarana penambah pengetahuan dan relaksasi yang khas itu.
Planetarium adalah gedung teater untuk memperagakan simulasi susunan bintang dan benda-benda langit. Atap gedung biasanya berbentuk kubah setengah lingkaran. Di planetarium, penonton bisa belajar mengenai pergerakan benda-benda langit di malam hari dari berbagai tempat di bumi dan sejarah alam semesta. Planetarium berbeda dari observatorium. Kubah planetarium tidak bisa dibuka untuk meneropong bintang. Di dalam ruang pertunjukan terdapat sumber gambar berupa proyektor planetarium yang umumnya diletakkan di tengah ruangan. Proyektor dapat memperagakan pergerakan benda-benda langit sesuai dengan waktu dan lokasi.
Pertunjukan berlangsung dengan narasi yang diiringi musik. Kursi memiliki sandaran bisa direbahkan agar penonton bisa melihat ke layar di bagian dalam langit-langit kubah. Layar berbentuk setengah bola, dan biasanya disusun dari panel aluminum. Materi pertunjukan bisa berbeda-beda bergantung kepada judul pertunjukan dan jadwal.




Museum Bahari,Jakarta,Indonesia

Di ujung Utara Ibukota Jakarta, tepatnya pada kawasan kuno pelabuhan Sunda Kelapa, berdirilah Museum Maritim (Museum Bahari) yang memamerkan berbagai benda peninggalan VOC  Belanda pada zaman dahulu dalam bentuk model atau replica kecil, photo, lukisan serta berbagai model perahu tradisional, perahu asli, alat navigasi, kepelabuhan serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia.
Bangunan berlantai tiga itu didirikan tahun 1652 oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda di Batavia. Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap Teluk Jakarta. Disebelah kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara. Sekarang dikenal dengan nama Menara Syahbandar  dibangun tahun 1839 untuk proses administrasi keluar masuknya kapal  sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan sekitar.
Museum ini mencoba menggambarkan kepada para pengunjungnya mengenai tradisi melaut nenek moyang Bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Bangsa Indonesia dari dulu hingga kini.
Museum Bahari menyimpan 126 koleki benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang  terdapat 19 koleksi perahu asli dan  107 buah miniatur, foto-foto dan biota laut lainnya.  

Adalah bekas gudang rempah-rempah VOC Belanda, terletak di tepi Teluk Jakarta yang indah. Dahulu kala tempat itu menjadi pusat perniagaan  penting. Begitu sibuknya sehingga perlu penjagaan ketat, Kapal-kapal besar dan kecil hilir-mudik mengangkut  rempah-rempah, berupa cengkeh, buah pala, lada, kayu manis, kayu putih, tembakau, kopra, daun teh, biji kopi dan lain-lain diangkut ke Eropa dan beberapa negara lain di dunia.

Museum ini juga memiliki berbagai model kapal penangkap ikan dari berbagai pelosok Indonesia termasuk juga jangkar batu dari beberapa tempat, mesin uap modern dan juga kapal Pinisi (kapal phinisi Nusantara) dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang kini menjadi salah satu kapal layar terkenal di dunia.

Berlokasi di Jl. Pasar Ikan no 1. Jakarta Utara, Telepon: 6693406

Sabtu, 17 Juli 2010

Masjid Kebon Jeruk,Jakarta,Indonesia


Masjid Kebon Jeruk
Letak masjid ini persis di sisi jalan Hayam Wuruk. Suatu pusat kawasan pecinan di Jakarta yang begitu ramai.
Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun pada tahun 1718 M oleh seorang cina muslim yang hijrah dari Negeri Cina. Namanya Chau Tsien Hwu. Ia bersama isterinya, Fatima Hwu, dan rombongan muhajirin lainnya membangun dan mengelola masjid ini.
Chau sebenarnya tidak membangun masjid baru. Ia hanya meneruskan sebuah bangunan mushollah kecil yang memang sudah berdiri di situ sejak lama. Sayangnya mushollah kecil itu sudah tidak terawat. Bangunan mushollah ini bundar, beratap daun nipah, bertiang empat, dan masing-masing tiang dipenuhi ukiran.
Chau Tsien Hwu berserta isteri dan rombongan umat Islam Tionghoa lainnya datang ke Kebon Jeruk setelah terdesak oleh penguasa Dinasti Chien yang menganut agama Budha.
Masjid ini selalu di padati oleh jamaah dari berbagai daerah, bahkan muslim dari berbagai negara pun mudah kita jumpai di sini. Mereka rata-rata berjenggot, mengenakan baju koko, surban atau peci putih, dan celana mereka tidak ada yang menutupi mata kaki. Banyak juga yang memakai baju panjang sampai ke lutut, tasbih yang selalu berputar di tangan dan aroma minyak cendana dan kasturi, begitu kuat menyebar keseluruh ruangan. Dari cara mereka berpakaian nampak sekali bahwa mereka meneladani cara-cara (sunah) Nabi, belum lagi ikatan persaudaraan mereka yang begitu kuat menandakan mereka adalah umat yang taat kepada ajaran Rasulnya. Padahal, kemungkinan besar diantara mereka belum ada yang saling kenal. Jemaah di Masjid Kebun Jeruk ini di kenal dengan sebutan jamaah tabligh, mereka selalu rutin dan khusuk mendengarkan ceramah setiap habis shalat maghrib. Jemaah terdiri dari berbagai profesi, seperti pimpinan pondok pesantren, bupati, pedagang kaki lima, pengusaha muda, mantan preman, mahasiswa hingga artis pun ada yang menjadi jamaah di sini. Gito rollies misalnya, semasa hidup sering terlihat mengikuti kegiatan di masjid ini.
Jamaah di Masjid Kebon Jeruk ini selalu bertambah dari tahun-ketahun “Di sini gudangnya ilmu, jangan heran kalau semakin banyak yang datang ke sini. Kadang-kadang sampai tidak muat, tapi masjid ini ngga boleh dibangun lagi karena masjid tua, paling cuma perbaikan aja,” kata Ayatullah, pulang sebulan sekali untuk menengok istri dan ketiga anaknya di kampung. Gaya bangunan Masjid Kebon Jeruk ini mempunyai kemiripan dengan masjid-masjid yang ada di Jawa. Namun sentuhan gaya arsitektur china terlihat dari benda-benda peninggalan, seperti kalender antik dan sebuah makam di halaman masjid dengan batu nisan bergaya china bertulisan Hsienpi Men Tsu Mow yang artinya “inilah makam China dari keluarga Chai”. Masjid ini menjadi suatu bukti terjadinya asimilasi kebudayaan yang tetap terjaga.

Masjid Luar Batang,Jakarta,Indonesia


Masjid Luar Batang
Didirikan oleh seorang mujahid muda Islam yang hijrah dari Hadhramaut, Yaman Selatan sekitar tahun 1716-1756 M. Beliau adalah Habib Husein bin Abu Bakar Al-Idrus.
Ketika tiba di daerah Luar Batang yang kala itu masih rawa-rawa, Habib Husein mendirikan surau atau musholah. Tempat ini ia maksudkan agar bisa menjadi tempat ibadah, dan sekaligus dakwah.
Suatu malam, Habib Husein dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang basah kuyup. Ternyata, ia seorang Tionghoa yang sedang dalam pengejaran tentara VOC. Habib pun menampung orang ini dalam musholahnya.
Siangnya, tentara VOC mendatangi musholah tersebut untuk menangkap sang pelarian. Tapi, Habib Husein mencegah. “Aku akan melindungi tawanan ini dan akulah sebagai jaminannya," tegas Habib begitu lantang.
Mendapati ketegasan dari seorang yang berpengaruh di daerah itu, tentara VOC pun mengalah. Haru dengan pembelaan Habib Husein, sang pelarian yang non muslim pun akhirnya masuk Islam. Dan ia menjadi pembantu Habib dalam menyiarkan agama Islam di daerah itu.
Suatu hari, pada tanggal 17 Ramadhan tahun 1169 Hijriah, bertepatan dengan 27 Juni 1756 M, Allah swt. memanggil Habib Husein dalam usia kurang lebih 30-40 tahun.
Ketika itu, Belanda melarang keras para pendatang dimakamkan di daerah itu. Mereka harus dimakamkan di Tanahabang. Konon, sudah tiga kali warga yang mengusung kurung batang Habib Husein ke Tanahabang selalu mendapatinya kosong, dan tiga kali itu juga jenazah Habib berada di musholah itu.
Akhirnya, Belanda lagi-lagi mengalah. Dan membolehkan Habib Husein dimakamkan di kawasan musholah tersebut. Sejak itulah, tempat itu dinamakan musholah luar batang, yang kemudian dipugar menjadi Masjid Luar Batang.
Daerah Luar Batang artinya daerah di luar batang besar (groote boom) yang menutup pelabuhan pada malam hari, merupakan tanah endapan dan ukuran yang semakin menjorok keutara. Pada peta-peta Batavia lama. daerah disebelah utara tembok kota dan kali yang menghubungkan kali besar dan Muara Baru, terbentuk perlahan-lahan antara taun 1650 dan 1700. Sejak awal tahun 1730-an daerah ini sangat tidak sehat, karena nyamuk yang berkembang biak dalam tambak ikan di pantai utara, menyebarkan malaria.
Pada tahun 1916 telah dicatat diatas pintu masjid, bahwa gedung ini selesai dibangun pada 20Muharam 1152 H yang sama dengan 29 April 1739*** Qiblat masjid ini kurang tepat dan ditentukan lebih persis oleh Muh. Arshad al-Banjari (w. 1812) waktu singgah perjalanan pulang dari Hejaz ke Banjar pada tahun 1827. Masjid ini kurang berkiblat, sama seperti Masjid Kebon Sirih dan Cikini. Oleh karena itu, ada penulis (mis. Abubakar Atjeh) yang beanggapan, bahwa semula ruang masjid ini adalah bekas rumah kediaman orang, yang kemudian digunakan sebagai mushola atau masjid.
Pada sebuah batu dalam Masjid Luar Batang ditulis, bahwa 'al Habib Husein bin Abubakar Bin Abdillah al-Alaydrus yang telah wafat pada hari kamis 27 Puasa 1169 berkebetulan 24 Juni 1756. Batu ini dibuat antara tahun 1886 dan 1916. sebab, L.W.C, Van Berg dalam buku yang termasyur tentang orang Hadhramaut, menyebut, bahwa Habib Husein baru wafat 1798 (!). sedangkan Ronkel sudah menyebut batu peringatan tersebut dalam karangannya yang diterbitkan pada tahun 1916.*

Museum Sasmitaloka Ahmad Yani,Jakarta,Indonesia

Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jend. A. Yani Jl. Lembang No. D. 58 Menteng Jakarta Pusat
Gedung ini semula kediaman, Pahlawan Revolusi Jenderal A. Yani diabadikan sebagai Sasmitaloka dengan tujuan disamping sebagai tempat mengenang seorang prajurit TNI AD yang berjasa terhadap Nusa dan bangsa Indonesia juga sebagai sarana informasi kepada generasi muda khususnya prajurit TNI AD untuk senantiasa waspada dan siaga akan bahaya paham komunis / PKI. Di ruangan Sasmitaloka ini disajikan berbagai benda bersejarah peninggalan Almarhum Pahlawan Revolusi Jenderal A. Yani ditata seperti keadaan semula sewaktu masih ditempati beliau dan keluarga. Dan terlihat kaca yang ditembus peluru percikan darah yang sudah mengering dan bukti-bukti lain akan kebiadaban G 30 S/ PKI. 
Dalam peristiwa yang terjadi pukul 04.30 dini hari, pada tanggal 1 Oktober 1965 lalu, para pemberontak menyerang dan menembaki secara membabi buta dari pintu belakang rumah dengan terlebih dahulu melumpuhkan para penjaga rumah. Serangan tersebut menyebabkan pintu, lukisan dan lemari tertembus peluru.Menurut Perwira Seksi dari Dinas Pembinaan Mental TNI AD, Kapten TNI Ade Abdul Wahid, rumah milik Ahmad Yani ini diserahkan pihak keluarga kepada pemerintah, tepat setahun setelah peristiwa G 30 S PKI.Bangunan ini kini sudah menjadi Museum Sasmitaloka. Disini terdapat pula semua barang-barang milik keluarga almarhum Ahmad Yani yang masih utuh, seperti baju-baju, bintang jasa serta sejumlah uang gaji terakhir sebesar 123 ribu rupiah. Saat Jenderal Ahmad Yani menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat.
Museum Sasmitaloka ini terbuka untuk umum dan pengunjung bisa masuk ke dalamnya secara gratis.


Jumat, 16 Juli 2010

Museum Filatelis,Taman Mini Indonesia Indah,Jakarta,Indonesia

Terletak di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 9.500 meter persegi. Bangunan museum ini diapit oleh dua bangunan pendukung. Bangunan pada satu sisi berfungsi sebagai tempat penerimaan dan peristirahatan, bangunan pada sisi lain berfungsi sebagai kantor pos.
Museum yang diresmikan pada tanggal 29 September 1983 merupakan gagasan Ibu Tien Soeharto (Ibu Negara). Dibangun sebagai sarana edukasi yang mampu merefleksikan sejarah bangsa dan keelokan budaya Indonesia.
Pada pelataran dalam terdapat tugu berbentuk bola dunia dengan seekor burung merpati yang bertengger di atasnya dengan membaca sepucuk surat yang melambangkan visi dan misi PT Pos Indonesia.
Memasuki gedung Museum Prangko Indonesia, di tengah-tengah ruangan pameran terdapat bangunan berbentuk segi delapan. Di atas bangunan tersebut terdapat ROSET mengambil bentuk dasar matahari dengan cahayanya menyinari ke delapan arah.
Sebuah patung Hanoman diletakkan di tengah-tengah bangunan pendopo. Dalam pewayangan, Hanoman sebagai Dhuta Dharma pembawa berita yang misinya sama dengan Pos Indonesia.
 Ketika prangko belum ada, biaya pengiriman surat ditanggung oleh si penerima. Kemudian cara ini dihentikan karena orang yang dikirimi surat menolak untuk membayar. Dari situlah muncullah Prangko Pertama yang bernama ‘The Penny Black’, bergambar wajah Ratu Victoria. Prangko ini dibuat oleh seorang pekerja Dinas Perpajakan Inggris bernama Sir Rowland Hill, yang terbit perdana pada tahun 1840 di Inggris.
Foto prangko ‘The Penny Black’ ini dapat dijumpai di Museum Prangko Indonesia bersama dengan beribu koleksi prangko lainnya serta diorama yang menceritakan tentang aktivitas perjalanan penerbitan dan pencetakan prangko.
Salah seorang negarawan besar, mantan Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt, mengucapkan, ‘Stamp collecting makes for better citizens. I owe my life to my hobbies, especially stamp collecting.’ Demikianlah yang dialami dalam kesehariannya, setiap habis bekerja berat beliau tidak langsung beristirahat akan tetapi beliau memiliki kebiasaan untuk melihat koleksi prangkonya. Dengan menikmati prangko, beliau mampu melenyapkan kejenuhan dan ketegangan dalam menghadapi tugas kesehariannya sebagai seorang Kepala Negara.
Serunya beragam cerita yang ditampilkan dalam sebuah prangko di Museum Prangko Indonesia ini, rasanya tak lengkap bila kita tak menyimak sebuah kisah tentang Surat Daun Lontar. Kisahnya dimulai ketika Semar kabur karena akan dijadikan tumbal, kemudian ia bertapa untuk memperoleh kesaktian. Mengapa ia dijadikan tumbal dan bagaimana kisah akhirnya, selengkapnya dapat kita nikmati namun bukanlah pada sebuah prangko, tetapi pada sebuah lukisan indah yang terpampang di salah satu dinding Museum Prangko Indonesia. Selamat menikmati keragaman koleksi prangko dan keindahan Museum Prangko Indonesia!

Pelabuhan Sunda kelapa,Jakarta,Indonesia

Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Kerajaan Sunda, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kelapa menggunakan bahasa Malayu yang umum di Sumatera, yang kemudian dijadikan bahasa nasional, jauh sebelum peristiwa Sumpah Pemuda.

Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno "Sunda Kelapa" kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini.
Saat ini lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran, perdagangan, perindustrian, dan perhotelan. Sebagai pelabuhan tertua di wilayah DKI Jakarta yang masih mempertahankan ciri khas ate tradisionalnya, Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi suatu obyek wisata terkemuka.

Pelabuhan ini terutama disinggahi kapal-kapal antarpulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong, dan bahan bangunan.

Taman Burung Taman Mini Indonesia

Awalnya Taman Burung hanya memiliki satu kubah yang dibangun tahun 1975 dan diresmikan tanggal 19 Agustus 1976, namun kemudian dikembangkan menjadi sembilan kubah dan diresmikan pada tanggal 27 April 1987. Taman Burung terletak di bagian belakang kawasan TMII berdekatan dengan Pusat Peragaan IPTEK, menempati lahan seluas 6 hektar termasuk fasilitas umum berupa tempat parkir yang cukup luas dan rindang.
Taman Burung berfungsi juga sebagai loka-bina masyarakat perburungan, sehingga taman ini sering dijadikan ajang lomba burung, lomba bagi anak-anak dan siswa untuk mengenal lebih dalam mengenai burung, serta tempat penelitian bagi para mahasiswa. Dari segi penangkaran dan pelestarian, taman ini telah berhasil mengembangbiakkan lebih dari 100 jenis, di antaranya sekitar 30 jenis merupakan jenis-jenis yang dilindungi dan langka. Untuk menjaga kesehatan hewan koleksi, taman dilengkapi sarana karantina sebagai tempat memisahkan burung-burung yang sakit untuk mendapatkan perawatan.
Koleksi burung yang ada di sini merupakan yang terlengkap di Indonesia, terdiri atas 312 jenis dengan jumlah mencapai ribuan ekor, baik yang berasal dari Indonesia Bagian Barat maupun Indonesia Bagian Timur, di samping sebagian dari mancanegara. Elang Jawa, Elang Bondol, Cendrawasih, Jalak Bali, Maleo, Rangkong, Beo, Burung Onta, dan Onagadori merupakan beberapa koleksi yang menarik.

Kamis, 01 Juli 2010

Ondel Ondel,Jakarta,Indonesia



Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambuyang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.
Pembuatan ondel-ondel dilakukan secara tertibbaik waktu membentuk kedoknya demikian pula pada waktu menganyam badannya dengan bahan bambu. Sebelum pekerjaan dimulaibiasanyadisediakan sesajen yang antara lain berisi bubur merah putihrujak-rujakan tujuh rupabunga-bungaan tujuh macam dan sebagainyadisamping sudah pasti di bakari kemenyanDemikian pulaondel-ondel yang sudah jadibiasa pula disediakan sesajen dan dibakari kemenyandisertai mantera-mantera ditujukan kepada roh halus yang dianggap menunggui ondel-ondel tersebut.Sebelum dikeluarkan dari tempat penyimpananbila akan berangkat main, senantias diadakan sesajenPembakaran kemenyan dilakukan oleh pimpinan rombonganatau salah seorang yangdituakan. Menurut istilah setempat upacara demikian disebut “Ukup” atau “ngukup”.


Museum MH Thamrin,Jakarta,Indonesia

Museum MH Thamrin yang terletak di Jalan Kenari, Jakarta Pusat, ini memamerkan foto-foto dokumentasi perjuangan MH Thamrin dalam mencapai kemerdekaan. MH Thamrin sendiri adalah nama pejuang Jakarta yang namanya antara lain diabadikan untuk proyek pembuatan jalan kampung dan nama jalan protokol.
Gedung Mohammad Hoesni Thamrin yang diresmikan sebagai museum nasional, 11 Januari 1986 oleh Gubernur DKI (waktu itu) R Soeprapto. Sebelumnya tahun 1972, gedung ini ditetapkan sebagai bangunan bersejarah. Bangunan yang masuk dalam peta cagar budaya di wilayah pemerintah DKI Jakarta ini, secara admisnistratif masuk dalam satu pengelolaan dengan Museum Joang'45.
Benda-benda yang masih tersimpan dalam Museum MH Thamrin pun sangat minim. Di antaranya beberapa peninggalan MH Thamrin sumbangan putri angkat almarhum D Zubaidah berupa lemari, meja rias dari marmer, piring keramik, dipan kayu, replika meja keluarga, meja beranda, radio untuk mendengar informasi dari luar negeri berketinggian sekitar satu meter dan lebar sekitar 80 cm, radio ukuran sedang dan blangkon.
Juga tersimpan sepeda kuno yang di bagian poros jari-jari depan terpasang bendera Merah Putih ukuran kecil. Selain itu ada diorama yang menggambarkan MH Thamrin mengenakan setelan jas putih lengkap dengan dasinya sedang berdiri dalam rapat di 
Geementeraad Batavia (Dewan Kota Praja).

Di dalam ruangan museum juga terdapat biola WR Soepratman dan teks konsep lagu Indonesia Raja terdiri dari 6 bait karangan WR Soepratman. Kemudian ada pula perangko Muhammad Hoesni Thamrin (1894-1941) senilai 250 sen dan perangko Abdul Moeis senilai 200 sen.
Selain itu ada foto Thamrin waktu kecil, dan foto-foto perjuangan tokoh Betawi ini hingga ke pemakaman beliau di Taman Pemakaman Umum (TPU) Karet. Dalam foto tersebut terlihat banyak pengantar ikut melayat ketika almarhum akan dimakamkan.