Mohon mengisi form komentar...guna perkembangan Blog ini

Sabtu, 17 Juli 2010

Masjid Kebon Jeruk,Jakarta,Indonesia


Masjid Kebon Jeruk
Letak masjid ini persis di sisi jalan Hayam Wuruk. Suatu pusat kawasan pecinan di Jakarta yang begitu ramai.
Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun pada tahun 1718 M oleh seorang cina muslim yang hijrah dari Negeri Cina. Namanya Chau Tsien Hwu. Ia bersama isterinya, Fatima Hwu, dan rombongan muhajirin lainnya membangun dan mengelola masjid ini.
Chau sebenarnya tidak membangun masjid baru. Ia hanya meneruskan sebuah bangunan mushollah kecil yang memang sudah berdiri di situ sejak lama. Sayangnya mushollah kecil itu sudah tidak terawat. Bangunan mushollah ini bundar, beratap daun nipah, bertiang empat, dan masing-masing tiang dipenuhi ukiran.
Chau Tsien Hwu berserta isteri dan rombongan umat Islam Tionghoa lainnya datang ke Kebon Jeruk setelah terdesak oleh penguasa Dinasti Chien yang menganut agama Budha.
Masjid ini selalu di padati oleh jamaah dari berbagai daerah, bahkan muslim dari berbagai negara pun mudah kita jumpai di sini. Mereka rata-rata berjenggot, mengenakan baju koko, surban atau peci putih, dan celana mereka tidak ada yang menutupi mata kaki. Banyak juga yang memakai baju panjang sampai ke lutut, tasbih yang selalu berputar di tangan dan aroma minyak cendana dan kasturi, begitu kuat menyebar keseluruh ruangan. Dari cara mereka berpakaian nampak sekali bahwa mereka meneladani cara-cara (sunah) Nabi, belum lagi ikatan persaudaraan mereka yang begitu kuat menandakan mereka adalah umat yang taat kepada ajaran Rasulnya. Padahal, kemungkinan besar diantara mereka belum ada yang saling kenal. Jemaah di Masjid Kebun Jeruk ini di kenal dengan sebutan jamaah tabligh, mereka selalu rutin dan khusuk mendengarkan ceramah setiap habis shalat maghrib. Jemaah terdiri dari berbagai profesi, seperti pimpinan pondok pesantren, bupati, pedagang kaki lima, pengusaha muda, mantan preman, mahasiswa hingga artis pun ada yang menjadi jamaah di sini. Gito rollies misalnya, semasa hidup sering terlihat mengikuti kegiatan di masjid ini.
Jamaah di Masjid Kebon Jeruk ini selalu bertambah dari tahun-ketahun “Di sini gudangnya ilmu, jangan heran kalau semakin banyak yang datang ke sini. Kadang-kadang sampai tidak muat, tapi masjid ini ngga boleh dibangun lagi karena masjid tua, paling cuma perbaikan aja,” kata Ayatullah, pulang sebulan sekali untuk menengok istri dan ketiga anaknya di kampung. Gaya bangunan Masjid Kebon Jeruk ini mempunyai kemiripan dengan masjid-masjid yang ada di Jawa. Namun sentuhan gaya arsitektur china terlihat dari benda-benda peninggalan, seperti kalender antik dan sebuah makam di halaman masjid dengan batu nisan bergaya china bertulisan Hsienpi Men Tsu Mow yang artinya “inilah makam China dari keluarga Chai”. Masjid ini menjadi suatu bukti terjadinya asimilasi kebudayaan yang tetap terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar